Udara pagi perlahan mulai
memasuki sudut - sudut rongga jendela dan rongga ventilasi yang dibiarkan bebas
tanpa tertutupi apapun, membelai lembut jari – jari kaki dan perlahan merambat
ke betis yang tak tertutupi oleh selimut tebal yang hangat itu. Sesekali kaki –
kaki itu bergerak menandakan bahwa dingin mulai mengusiknya dan segera sang
pemilik kaki menarik selimutnya untuk menyelamatkan kakinya dari dingin yang
menusuk pada pagi itu.
Ruang kamar yang sempit dan
terlihat acak – acakan dihiasi dengan poster band seperti BLINK 182 sampai
poster SEPULTURA yang menghiasi setiap sisi tembok bercat putih itu. Di pojok
ruangan terlihat seperangkat komputer dan sebuah gitar akustik tertata asal –
asalan, juga terlihat beberapa majalah berserakan di lantai ruangan itu. Hanya
rak buku yang tertata agak rapi dengan terisi oleh buku – buku novel, biografi
tokoh terkenal sampai buku modul kuliah yang mengisi rak buku tersebut.
Udara pagi dari sisa hujan
semalam semakin menyerbu masuk ke dalam ruang kamar dan perlahan menembus
selimut tebal yang hangat tersebut. Menyelinap perlahan membelai tubuh yang
sedang terbaring dan memaksanya untuk segera terbangun dari sisa mimpi – mimpi
malamnya di dunia mimpi yang antah berantah itu. Perlahan ia pun mulai tersadar
dan sesekali memicingkan matanya untuk beradaptasi dengan cahaya pagi yang
sedikit menyengat, lalu di paksanya kedua mata itu untuk benar – benar terbuka
dan terbangun dari tidurnya pagi itu.
“Hahh??!! Gila kesiangan bangun
lagi gue!!!” teriaknya kaget setelah dia melihat jam dinding yang melekat di
tembok putih kamarnya yang berantakan selayaknya kamar – kamar cowok. Lalu dia
segera memaksa dirinya bangun dan mengambil handuk untuk mandi dan bersiap
pergi ke kampus.
Dengan di temani sepeda motor tua
pemberian ayahnya tersebut ia menelusuri setiap sudut jalan Jakarta yang selalu
padat dan macet setiap hari senin pagi. Jakarta memang juaranya soal macet
sampai ada istilah “jika mau melatih kesabaran, berkendaralah di Jakarta setiap
pagi hari atau sore hari”, sebuah istilah yang entah darimana datangnya
tersebut tetapi memang terbukti seperti itu.
*
Toko buku Gramedia, yap, toko
buku itu menjadi tempat favorite Saka sehabis pulang kuliah, entah itu mau beli
buku baru atau sekedar numpang baca – baca disana. Tapi sore hari itu toko buku
tersebut sepi tidak seperti biasanya yang ramai di kunjungi. Perlahan dia
melangkah ke barisan rak buku best seller
untuk mencari buku baru yang terpajang disitu, tetapi langkahnya berhenti
ketika tanpa sengaja dia melihat sesosok tubuh yang pernah di kenalnya, sesosok
tubuh yang dulu selalu menemani harinya dulu.
“Sinta?” dengan memberanikan diri
Saka menyapa sosok tersebut. Gadis itu bernama Sinta, dia adalah mantan
kekasihnya yang sudah 2 tahun putus dengannya. “Saka, lagi apa kamu disini?
Lagi beli buku baru lagi?” sapanya kepada Saka. Suara halus dari bibir mungil
Sinta mengingatkan Saka kembali ke memori masa lalunya yang di lewati berdua.
“Emm, gak kok, aku cuma lagi iseng – iseng aja ngecek buku baru hehe” ujarnya
kaku, memang pasti kaku setelah 2 tahun tidak bertemu setelah terbongkarnya insiden
perselingkuhan Saka dengan Dewi saat dia masih berpacaran dengan Sinta, semenjak
itu pula hubungan keduanya terpaksa bubar jalan.
“Kamu lagi beli buku juga
disini?” ujarnya untuk sedikit menyamarkan rasa gugupnya saat bertemu kembali
dengan Sinta. “Iya, aku lagi cari novel ini nih” sambil menunjukan novel yang
ia pegang kepada Saka. “Boleh aku temenin kamu Sin?” , “emm, boleh kok santai
aja” ujar Sinta kepada Saka seakan memberikan angin segar dan suntikan semangat
di sore hari yang mendung tersebut.
Detik demi detik hingga berjam –
jam Saka menemani Sinta mengelilingi dan sekedar membaca buku – buku yang ada
di toko buku tersebut. Suasana kaku yang tadi dirasakan sekarang perlahan mulai
mencair dan menjadi sebuah obrolan seru yang hangat antar keduanya. Tanpa
terasa sore hari itu pun sudah berganti malam dan mereka pun berpisah kembali
ke rumahnya masing – masing.
*
“Besok
malam ada acara gak? Jalan yuk”.
Sebuah pesan singkat Blackberry Messanger dikirimkan Saka
untuk Sinta, dengan harap – harap cemas ia menunggu pesan balasan yang ternyata
lama di balesnya.
“Maaf
baru bales, tadi lagi bantu-bantu mama, besok gak ada sih, yaudah ayo deh”.
“CIHUUYY!!!! di bales juga!!
Mantap!!” teriak sumringah penuh kemenangan tersirat di bibir Saka.
“Oke
besok aku jemput jam 5 sore yah” balasnya
ke Sinta.
*
Malam minggu, malam yang biasa di
habiskan oleh para remaja untuk sekedar berkumpul bersama teman - temannya atau berdua dengan pacarnya. Malam
minggu ini menjadi malam spesial buat Saka karena dia bisa pergi berdua kembali
dengan mantannya yang dulu paling dia sayangi. Seperti sebuah mimpi yang
menjadi kenyataan bisa jalan berdua dengan Sinta seperti dulu lagi.
Menghabiskan malam di tempat kenangan mereka berdua.
‘Margue’s
Coffee Shop’ - Sebuah
kedai kopi tempat dulu mereka sering datangi, terlalu banyak memori mereka yang
tertinggal di sana, sampai ucapan kalimat putus pun terlontar di kedai kopi
tersebut dan kini mereka kembali memasuki kedai tersebut untuk bernostalgia
mengenang hubungan mereka yang kandas dulu.
“Hot cappucino satu sama mochaccino
satu mbak” ujar Saka ke pelayan kedai tersebut. “Jadi kamu baru putus sama si
Erick yah? tanya Saka untuk memulai pembicaraan sore itu, “Yah, seperti itulah,
dia terlalu egois hingga aku merasa terkekang sama keegoisannya itu” perlahan
air mata Sinta jatuh menelusuri pipinya yang cantik dan mulus tanpa jerawat
tersebut. “Yaudah, kamu jangan nangis yah, sekarang kan ada aku disini, yah
walaupun aku bukan pacar kamu tapi paling nggak aku mau bikin kamu bahagia hari
ini” hibur Saka kepada Sinta. “Makasih ya Sak, kamu udah mau temenin aku”
ujarnya kepada Saka.
*
Cuaca sore hari itu kembali
mendung, memang sekarang sudah memasuki musim penghujan dan gerimis mulai jatuh
perlahan pertanda hujan akan segera turun. Kopi dalam gelas – gelas mereka pun
sudah hampir habis tetapi obrolan seru antar keduanya masih berlangsung hingga
malam menjelang. Lantunan music folks seakan membuat suasana kedai kopi menjadi
romantis dan mereka pun hanyut dalam suasana tersebut.
“Kamu gak berniat mencari pacar
lagi Sin?” ujar Saka dengan penuh keraguan, “Untuk saat ini sih belum ada niat,
aku masih trauma sama kejadian itu jadi aku mau coba menghilangkan trauma itu”
jawab Sinta dengan tegas. “Owh, gitu yah” ucap Saka seakan memberi isyarat
bahwa dia ingin kembali lagi dengan Sinta. “Kenapa kamu tanya seperti itu?”
tanya Sinta seakan menyidik Saka, “Emm, gak kenapa-kenapa Cuma sekedar bertanya
aja” jawab Saka sekenanya, “Owhhh” timpal Sinta seakan member arti dalam kata –
kata singkatnya itu.
Lantunan lagu folks dari sound
system kedai semakin menambah suasana romantis hari itu di tambah hujan yang
mulai deras membasahi jalan di luar kedai kopi tersebut. Dengan penuh
keberanian Saka mencoba untuk memegang tangan Sinta, perlahan tangannya mencoba
menggenggam jemari Sinta dan tanpa di sangka Sinta pun merespon itu.
“Kamu mau gak kembali lagi sama
aku Sin?” ujar Saka perlahan namun tegas sambil matanya menatap tulus kearah
mata Sinta. Namun jawaban yang di tunggu tak juga keluar dari mulut Sinta,
seakan tatapannya kosong menelusuri memori masa lalunya dan Saka dengan setia
dan penuh harap menunggu kalimat yang terucap dari bibir mungil Sinta itu.
“Aku belum bisa jawab Sak, aku
masih butuh waktu jadi beri aku waktu yah” seketika sebuah kalimat keluar dari
bibir mungilnya Sinta. Mendengar itu Saka pun tak bisa berbuat apa – apa selain
menuruti kata – kata sinta.
“Aku bakal menunggu saat itu
datang Sin, jujur aku masih sayang sama kamu dan aku harap kamu mau menerima
aku kembali” Ujar Saka. Sinta hanya tersenyum manis dan menggenggam erat tangan saka sambil berbicara pelan kepada Saka namun penuh arti “Tunggu aku yah”.
Sayup – sayup suara musik folks
dari sudut ruangan kedai dan hujan yang mulai berhenti mengantarkan keduanya
larut kembali kedalam cerita nostalgia di tempat dimana mereka menyimpan banyak
memori di masa lalu.
Blogwalkinggggg
ReplyDeletethanks udah mampir :)
Delete