Pages

Friday, January 4, 2013

Secercah Harapan



Udara pagi perlahan mulai memasuki sudut - sudut rongga jendela dan rongga ventilasi yang dibiarkan bebas tanpa tertutupi apapun, membelai lembut jari – jari kaki dan perlahan merambat ke betis yang tak tertutupi oleh selimut tebal yang hangat itu. Sesekali kaki – kaki itu bergerak menandakan bahwa dingin mulai mengusiknya dan segera sang pemilik kaki menarik selimutnya untuk menyelamatkan kakinya dari dingin yang menusuk pada pagi itu.

Ruang kamar yang sempit dan terlihat acak – acakan dihiasi dengan poster band seperti BLINK 182 sampai poster SEPULTURA yang menghiasi setiap sisi tembok bercat putih itu. Di pojok ruangan terlihat seperangkat komputer dan sebuah gitar akustik tertata asal – asalan, juga terlihat beberapa majalah berserakan di lantai ruangan itu. Hanya rak buku yang tertata agak rapi dengan terisi oleh buku – buku novel, biografi tokoh terkenal sampai buku modul kuliah yang mengisi rak buku tersebut.


Udara pagi dari sisa hujan semalam semakin menyerbu masuk ke dalam ruang kamar dan perlahan menembus selimut tebal yang hangat tersebut. Menyelinap perlahan membelai tubuh yang sedang terbaring dan memaksanya untuk segera terbangun dari sisa mimpi – mimpi malamnya di dunia mimpi yang antah berantah itu. Perlahan ia pun mulai tersadar dan sesekali memicingkan matanya untuk beradaptasi dengan cahaya pagi yang sedikit menyengat, lalu di paksanya kedua mata itu untuk benar – benar terbuka dan terbangun dari tidurnya pagi itu.

“Hahh??!! Gila kesiangan bangun lagi gue!!!” teriaknya kaget setelah dia melihat jam dinding yang melekat di tembok putih kamarnya yang berantakan selayaknya kamar – kamar cowok. Lalu dia segera memaksa dirinya bangun dan mengambil handuk untuk mandi dan bersiap pergi ke kampus. 

Dengan di temani sepeda motor tua pemberian ayahnya tersebut ia menelusuri setiap sudut jalan Jakarta yang selalu padat dan macet setiap hari senin pagi. Jakarta memang juaranya soal macet sampai ada istilah “jika mau melatih kesabaran, berkendaralah di Jakarta setiap pagi hari atau sore hari”, sebuah istilah yang entah darimana datangnya tersebut tetapi memang terbukti seperti itu.

*

Toko buku Gramedia, yap, toko buku itu menjadi tempat favorite Saka sehabis pulang kuliah, entah itu mau beli buku baru atau sekedar numpang baca – baca disana. Tapi sore hari itu toko buku tersebut sepi tidak seperti biasanya yang ramai di kunjungi. Perlahan dia melangkah ke barisan rak buku best seller untuk mencari buku baru yang terpajang disitu, tetapi langkahnya berhenti ketika tanpa sengaja dia melihat sesosok tubuh yang pernah di kenalnya, sesosok tubuh yang dulu selalu menemani harinya dulu.

“Sinta?” dengan memberanikan diri Saka menyapa sosok tersebut. Gadis itu bernama Sinta, dia adalah mantan kekasihnya yang sudah 2 tahun putus dengannya. “Saka, lagi apa kamu disini? Lagi beli buku baru lagi?” sapanya kepada Saka. Suara halus dari bibir mungil Sinta mengingatkan Saka kembali ke memori masa lalunya yang di lewati berdua. “Emm, gak kok, aku cuma lagi iseng – iseng aja ngecek buku baru hehe” ujarnya kaku, memang pasti kaku setelah 2 tahun tidak bertemu setelah terbongkarnya insiden perselingkuhan Saka dengan Dewi saat dia masih berpacaran dengan Sinta, semenjak itu pula hubungan keduanya terpaksa bubar jalan.

“Kamu lagi beli buku juga disini?” ujarnya untuk sedikit menyamarkan rasa gugupnya saat bertemu kembali dengan Sinta. “Iya, aku lagi cari novel ini nih” sambil menunjukan novel yang ia pegang kepada Saka. “Boleh aku temenin kamu Sin?” , “emm, boleh kok santai aja” ujar Sinta kepada Saka seakan memberikan angin segar dan suntikan semangat di sore hari yang mendung tersebut.

Detik demi detik hingga berjam – jam Saka menemani Sinta mengelilingi dan sekedar membaca buku – buku yang ada di toko buku tersebut. Suasana kaku yang tadi dirasakan sekarang perlahan mulai mencair dan menjadi sebuah obrolan seru yang hangat antar keduanya. Tanpa terasa sore hari itu pun sudah berganti malam dan mereka pun berpisah kembali ke rumahnya masing – masing.

*

“Besok malam ada acara gak? Jalan yuk”.

Sebuah pesan singkat Blackberry Messanger dikirimkan Saka untuk Sinta, dengan harap – harap cemas ia menunggu pesan balasan yang ternyata lama di balesnya.

“Maaf baru bales, tadi lagi bantu-bantu mama, besok gak ada sih, yaudah ayo deh”.

“CIHUUYY!!!! di bales juga!! Mantap!!” teriak sumringah penuh kemenangan tersirat di bibir Saka.

“Oke besok aku jemput jam 5 sore yah” balasnya ke Sinta.

*

Malam minggu, malam yang biasa di habiskan oleh para remaja untuk sekedar berkumpul bersama teman  - temannya atau berdua dengan pacarnya. Malam minggu ini menjadi malam spesial buat Saka karena dia bisa pergi berdua kembali dengan mantannya yang dulu paling dia sayangi. Seperti sebuah mimpi yang menjadi kenyataan bisa jalan berdua dengan Sinta seperti dulu lagi. Menghabiskan malam di tempat kenangan mereka berdua.

‘Margue’s Coffee Shop’ - Sebuah kedai kopi tempat dulu mereka sering datangi, terlalu banyak memori mereka yang tertinggal di sana, sampai ucapan kalimat putus pun terlontar di kedai kopi tersebut dan kini mereka kembali memasuki kedai tersebut untuk bernostalgia mengenang hubungan mereka yang kandas dulu.

Hot cappucino satu sama mochaccino satu mbak” ujar Saka ke pelayan kedai tersebut. “Jadi kamu baru putus sama si Erick yah? tanya Saka untuk memulai pembicaraan sore itu, “Yah, seperti itulah, dia terlalu egois hingga aku merasa terkekang sama keegoisannya itu” perlahan air mata Sinta jatuh menelusuri pipinya yang cantik dan mulus tanpa jerawat tersebut. “Yaudah, kamu jangan nangis yah, sekarang kan ada aku disini, yah walaupun aku bukan pacar kamu tapi paling nggak aku mau bikin kamu bahagia hari ini” hibur Saka kepada Sinta. “Makasih ya Sak, kamu udah mau temenin aku” ujarnya kepada Saka.

*

Cuaca sore hari itu kembali mendung, memang sekarang sudah memasuki musim penghujan dan gerimis mulai jatuh perlahan pertanda hujan akan segera turun. Kopi dalam gelas – gelas mereka pun sudah hampir habis tetapi obrolan seru antar keduanya masih berlangsung hingga malam menjelang. Lantunan music folks seakan membuat suasana kedai kopi menjadi romantis dan mereka pun hanyut dalam suasana tersebut.

“Kamu gak berniat mencari pacar lagi Sin?” ujar Saka dengan penuh keraguan, “Untuk saat ini sih belum ada niat, aku masih trauma sama kejadian itu jadi aku mau coba menghilangkan trauma itu” jawab Sinta dengan tegas. “Owh, gitu yah” ucap Saka seakan memberi isyarat bahwa dia ingin kembali lagi dengan Sinta. “Kenapa kamu tanya seperti itu?” tanya Sinta seakan menyidik Saka, “Emm, gak kenapa-kenapa Cuma sekedar bertanya aja” jawab Saka sekenanya, “Owhhh” timpal Sinta seakan member arti dalam kata – kata singkatnya itu.

Lantunan lagu folks dari sound system kedai semakin menambah suasana romantis hari itu di tambah hujan yang mulai deras membasahi jalan di luar kedai kopi tersebut. Dengan penuh keberanian Saka mencoba untuk memegang tangan Sinta, perlahan tangannya mencoba menggenggam jemari Sinta dan tanpa di sangka Sinta pun merespon itu.

“Kamu mau gak kembali lagi sama aku Sin?” ujar Saka perlahan namun tegas sambil matanya menatap tulus kearah mata Sinta. Namun jawaban yang di tunggu tak juga keluar dari mulut Sinta, seakan tatapannya kosong menelusuri memori masa lalunya dan Saka dengan setia dan penuh harap menunggu kalimat yang terucap dari bibir mungil Sinta itu.

“Aku belum bisa jawab Sak, aku masih butuh waktu jadi beri aku waktu yah” seketika sebuah kalimat keluar dari bibir mungilnya Sinta. Mendengar itu Saka pun tak bisa berbuat apa – apa selain menuruti kata – kata sinta.

“Aku bakal menunggu saat itu datang Sin, jujur aku masih sayang sama kamu dan aku harap kamu mau menerima aku kembali” Ujar Saka. Sinta hanya tersenyum manis dan menggenggam erat tangan saka sambil berbicara pelan kepada Saka namun penuh arti “Tunggu aku yah”.

Sayup – sayup suara musik folks dari sudut ruangan kedai dan hujan yang mulai berhenti mengantarkan keduanya larut kembali kedalam cerita nostalgia di tempat dimana mereka menyimpan banyak memori di masa lalu.

2 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...